Blog TB/KB/TKIT Salman Al Farisi 2 Yogyakarta

"Dan hendaklah kamu sekalian takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka, oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar." (Q.S. An Nisaa' : 9)


Pendataan siswa baru tahun ajaran 2013/2014 bisa lihat di sini


Sabtu, 08 Oktober 2011

KAPAN ANAK SIAP BELAJAR?


oleh: Narida Prawesti, S.Psi (guru SAF 2)

Ketika saya menjadi guru kelompok B (usia 5 – 6,5th) saya sering merasakan kegelisahan orang tua mengenai prestasi belajar anaknya, sering timbul pertanyaan, kok anak saya hampir lulus TK belum bisa membaca bu guru, sementara anak yang lain sudah bisa membaca? Kenapa anak saya tidak mau belajar kalau dirumah padahal suasana sudah saya kondisikan untuk belajar namun, anak saya hanya tertarik dengan permainan saja, susah sekali diajak belajar membaca. Pertanyaan-pertanyaan semacam itu kerapkali muncul ketika anak-anak sudah menginjak usia persiapan untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi (SD).

Sebenarnya anak memiliki pola atau ritme masing-masing kapan dia siap untuk belajar, pola ini tentu berbeda antar satu anak dengan anak yang lain, kerapkali pula saya menjawab, masa peka membacanya akan tiba bu, di TK tidak wajib harus bisa membaca, yang penting dia sudah mengenal konsep huruf dan merangkai huruf, bila masa peka membacanya tiba maka dengan sendirinya dia bisa membaca tanpa ada paksaan, bahkan dia akan menemukan suatu keasyikan ketika bisa merangkai huruf demi huruf menjadi kata yang berarti.

Betapapun banyaknya rangsangan yang diterima anak, mereka tidak dapat belajar sampai perkembangan mereka siap. Bila anak belum siap belajar, maka segala upaya yang kita lakukan agar anak mau belajar akan sia-sia saja, bahkan akan menimbulkan perilaku yang tidak diinginkan, misalnya belajar kebiasaan buruk atau tidak ingin belajar, sebaliknya, jika anak telah siap untuk belajar, tetapi tidak diijinkan atau tidak didorong untuk melakukannya, maka minat mereka akan hilang. Kemudian ketika para orang tua dan guru memutuskan bahwa telah tiba saatnya untuk belajar, mereka tidak mau lagi berusaha. Havighurst dalam buku perkembangan anak Elizabeth B. Hurlock, menamakan matangnya kesiapan sebagai “saat untuk diajar” (teachable moment) sebagaimana dikatakannya, “ketika badan sudah matang, masyarakat memintanya dan dirinya telah siap untuk menerima tugas tertentu, maka saat untuk diajar telah tiba. Usaha pengajaran akan terbuang percuma bila dilakukan sebelumnya dan akan membuahkan hasil yang memuaskan bila dilakukan pada saat yang tepat, ketika tugas memang harus dipelajari”

Timbullah pertanyaan, bagaimana kita bisa mengetahui kapan seorang anak siap untuk belajar? Dalam bukunya yang berjudul Perkembangan Anak, Elizabeth B. Hurlock memberikan tiga kriteria praktis dan mudah diterapkan, yakni:

1.
Minat Belajar
Anak-anak menunjukkan minat belajar mereka dengan keinginan untuk diajar atau belajar sendiri. Misalnya minat mungkin sepintas lalu, yang timbul dari keinginan untuk meniru saudara kandung atau teman yang lebih besar, ini merupakan petunjuk kesiapan yang lebih baik daripada minat menggebu yang sekilas berlalu.

2.
Minat Yang Bertahan
Ketika anak telah siap belajar, minat mereka tetap walaupun mereka menghadapi hambatan dan kesulitan. Tekanan orang tua atau teman sebaya mungkin menyebabkan seorang anak mempertahankan minat cukup lama untuk membenarkan kesimpulan bahwa saat untuk diajar telah tiba.

3.
Kemajuan
Dengan berlatih, anak yang telah siap diajar akan menunjukkan kemajuan, walaupun sedikit dan berangsur-angsur. Bila berkurangnya minat berlangsung cepat atau anak itu tidak menampakkan kemajuan yang cukup, kendati terus berlatih, cukup beralasan untuk mempertanyakan apakah saat untuk belajar telah tiba.

Dari ketiga kriteria diatas, sepertinya orang tua dan guru harus cukup jeli untuk menangkap sinyal-sinyal, apakah anak sudah siap untuk belajar atau belum, jangan sampai ketika anak menunjukkan minat belajar, kita tidak bisa menangkap dan memfasilitasinya atau sebaliknya kita terlalu memaksa anak sehingga anak tidak merasakan asyiknya menemukan hal-hal baru dengan belajar atau diajar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar